KUTIPAN………..SURABAYA - Kekhawatiran SPP di perguruan tinggi negeri (PTN) bakal melonjak pasca pengesahan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) agaknya sulit terelakkan. Di Unair, misalnya. Kampus itu berancang-ancang menaikkan SPP hingga 80 persen. Rencana kenaikan tersebut berlaku untuk seluruh angkatan, baik jalur reguler maupun non-reguler.Hingga kini, memang kebijakan itu belum disahkan. Namun, rencana kenaikan SPP tersebut disosialisasikan kepada mahasiswa sejak sepekan lalu. Melalui sosialisasi itu, bisa jadi kampus berharap agar mahasiswa dapat memahami dan tidak memicu gejolak. Sebab, saat pengesahan UU BHP lalu, timbul pro-kontra.Data yang didapat Jawa Pos, SPP mahasiswa eksakta reguler (diterima melalui SNM PTN) yang semula Rp 700 ribu nanti naik dengan angka maksimal Rp 1,25 juta per semester.
Mahasiswa non-eksakta yang sebelumnya Rp 600 ribu naik dengan angka paling besar menjadi Rp 1 juta. Beban SPP mahasiswa jalur non-reguler atau jalur penelusuran minat dan kemampuan (PMDK) tentu makin berat lagi. Jika sebelumnya rata-rata membayar Rp 2,5 juta per semester, SPP mereka bisa menjadi Rp 4,5 juta. Beban iuran mahasiswa itu belum ditambah sumbangan Ikoma (Ikatan Orang Tua Mahasiswa). Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unair Ahmad Khudlarie Thoha membenarkan rencana kenaikan SPP tersebut. ''Hanya, masih sosialisasi. Universitas belum menetapkan berapa kenaikan. Ini untuk semua mahasiswa, kecuali bagi mereka yang masuk melalui PMDK jalur prestasi,'' ujarnya. Jika melihat rasionalisasi yang telah dipaparkan kampus, pihaknya bisa memahami kenaikan SPP itu. ''Biaya yang ditanggung universitas dalam penyelenggaraan pendidikan tidak sebanding dengan SPP dari mahasiswa,'' katanya. Apakah BEM berarti telah setuju? ''Tunggu dulu. Ada beberapa hal yang harus dibenahi sebelum menaikkan SPP,'' lanjutnya. Dia menegaskan, kenaikan SPP itu harus diimbangi perbaikan fasilitas pendidikan. ''Saat ini, jumlah mahasiswa bertambah banyak.
Tetapi, fasilitas seperti alat-alat penunjang pendidikan jumlahnya sama. Tidak ada penambahan,'' katanya. Selain itu, harus ada pengaturan bagi mahasiswa yang tidak mampu.Kepala Humas dan Protokol Mangestuti Agil mengakui, pihaknya memang berencana menaikkan SPP mulai tahun ajaran 2009/2010 Juli nanti. Saat ini, universitas belum menetapkan kisaran kenaikan SPP dari masing-masing mahasiswa di tiap fakultas.''Kenaikan itu akan berbeda jumlahnya. Bergantung kebutuhan tiap fakultas,'' ujarnya. Sayang, Mangestuti belum mau menjelaskan lebih detail soal kenaikan SPP itu. ''Nanti saya informasikan kalau sudah ada keputusan dari universitas,'' katanya. Jawa pos Sabtu, 28 Februari 2009 ] REALITAS MASYARAKAT………..Ketika aku ada tugas dari Unicef tentang fasilitator tim HIV&AIDS di Probolinggo, kalo ga salah di daerah Trucuk 2 tahun yang lalu. Ada seorang ibu bertanya ”mas Pungkas kuliah di unair, pasti anaknya orang kaya”. Dari pertanyaan ibu tersebut lalu aku jelaskan bahwa semua orang bisa kuliah di unair asalkan dia bisa lolos test masuk PTN. Biaya sekolahnya juga cukup murah 600 ribu setiap 6 bulan sekali dan kalo tidak mampu ada banyak beasiswa. Jadi ibu ga perlu takut untuk mensekolahkan anaknya di unair, “jelasku dengan nada sok tahu.Dari obrolan itu terlihat bahwa secara umum sang ibu kurang informasi tentang dunia pendidikan, namun yang paling utama ibu tersebut merasa minder untuk menyekolahkan anaknya dikarenakan keterbatasan ekonomi.
Karena banyak anggapan bahwa kuliah itu banyak menghabiskan uang. Di desa-desa daerah probolinggo, hanya anak camat atau mandor perkebunan atau blantik sapi yang bisa menyesekolahkan anaknya sampe perguruan tinggi, kalo saya, anak saya sampe SMA aja sudah beruntung mas,”menurut ibu tadi dengan wajah menerawang. Padahal informasi dari orang puskesmas setempat, anak ibu itu dari SD sampai SMA selalu masuk rangking 3 di kelas. Dan nasib anak nya sekarang sama seperti suaminya bekerja di kebun.Berarti dalam struktur masyarakat kita, yang sebagian besar masyarakat kelas menengah ke bawah. Masih membutuhkan sebuah lembaga pendidikan yang pro dengan rakyat. Pendidikan yang murah atau sekalian juga pendidikan gratis yang bermutu. Karena pendidikan akan membawa kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Bagaimana mungkin Negara ini bisa makmur jika masyarakatnya masih bodoh dikarenakan sulit untuk mendapat pendidikan.
ANALISIS SEKILAS…….Dengan melihat realitas kehidupan ibu pekerja perkebunan di Probolinggo dan membaca dari reportase yang dilemparkan sama jawa pos, 28 febuari 2009. Seakan-akan aku mau tertawa dan muntah melihatnya.muncul pertanyaan yang langsung tertuju pada satu pertanyaan” Kenapa unair yang sebesar itu kok sampai RUGI?”. Logikanya bahwa kalo ga rugi dan masih memiliki nalar creative kenapa menaikkan para pejabat UNAIR menaikkan SPP MAHASISWA.Analogi lainnya bahwa dalam sebuah keluarga, kalo sang orang tua masih bisa mencukupi kebutuhan rumah tangganya, tidak akan mensensarakan anaknya dengan bekerja. Orang tua akan memaksa anaknya untuk rajin belajar dan mencukupi fasilitas si anak. Orang tua dengan segala cara akan berusaha agar anaknya tidak kelaparan. Aku mengambil analogi keluarga karena system dalam keluarga merupakan miniature dalam sebuah organisasi atau Negara.disini benar ga kawan2 kalo unair memang rugi????????Kalo memang ga mau bingung dalam memanajemen dan belum siap mandiri, kenapa unair kok memilih badan hukum. Kenapa tidak dibawah kendali dan support dari pemerintah aja.
Apakah ini dijadikan alas an pejabat2 unair untuk mengeruk kekayaan sebanyak2nya. Atau ini emang dampak dari kebijakan UU BHP. Kenapa harus SPP mahasiswa nya yang harus di naikkan? Kenapa tidak dipangkas aja gaji dan fasilitas para pejabatnya? Kenapa unair tidak belajar sabar dan dan menahan diri dulu??Coba kita lihat mobil rektor unair bermerek camry yang berkisar harga 300 juta lebih. Coba kita lihat gedung rektorat seperti hotel berbintang lima. Coba kita dilihat sekarang sudah kesulitan untuk mencari lahan parkir sepeda motor dan lebih khusus sepeda pancal di wilayah parker unair. Unair sudah terkena budaya latah dan liberalism dari kampus2 swastaUnair sudah tidak bisa menahan diri. Sebenarnya unair ga perlu seperti itu, tenang, karena unair jika masih menjadi kampus pro rakyat tidak akan kehilangan pangsa pasar dan kehilangan orang2 hebat. Unair tidak promosi pun lo sudah banyak yang mengidam2kan dan banyak yang mengenalnya. Dan pasti banyak cara untuk mengembangkan mencari duit diluar merampok SPP mahasiswa.Jangan jadikan alasan peningkatan infastruktur dan fasilitas untuk menggenjot dan menekan mahasiswanya.
Coba lihat di unair, dari dulu ada penarikan dengan alasan peningkatan fasilitas tapi apa yang terjadi……………..????? kalo ga percaya Tanya aja mahasiswa unair.Disisi lain kalo Emang pengen naik SPP kenapa naiknya kok 80% aja, tidak sekalian 1000% seperti di UK-petra (setiap semesternya mahasiswa mengeluarkan 6 juta dengan estimasi mengambil 24 SKS).sekalian aja Unair jadikan aja kampus swasta seperti UNTAG, UPN, UWKS. Selesai kan, MANTAB. KENAPA Unair mengambil jalan abu2, Apakah takut kalah bersaing dengan kampus2 swasta di Surabaya??????.Ayo rek, kembalikan unair menjadi kampus yang pro rakyat. Kampus yang mengandalkan kualitas bukan kuantitas. Hentikan kenaikan SPP ini karena pejabat2 unair sudah latah dan kalo ga, kemungkinan tahun tahun kemudian secara perlahan bisa mencapai 5 juta persemester. UNAIR akan menjadi kampus nya orang2 borjuis, orang2 yang tidak pernah tahu penderitaan rakyat kecil dan sukanya mengeksploitasi orang miskin.
Mahasiswa non-eksakta yang sebelumnya Rp 600 ribu naik dengan angka paling besar menjadi Rp 1 juta. Beban SPP mahasiswa jalur non-reguler atau jalur penelusuran minat dan kemampuan (PMDK) tentu makin berat lagi. Jika sebelumnya rata-rata membayar Rp 2,5 juta per semester, SPP mereka bisa menjadi Rp 4,5 juta. Beban iuran mahasiswa itu belum ditambah sumbangan Ikoma (Ikatan Orang Tua Mahasiswa). Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unair Ahmad Khudlarie Thoha membenarkan rencana kenaikan SPP tersebut. ''Hanya, masih sosialisasi. Universitas belum menetapkan berapa kenaikan. Ini untuk semua mahasiswa, kecuali bagi mereka yang masuk melalui PMDK jalur prestasi,'' ujarnya. Jika melihat rasionalisasi yang telah dipaparkan kampus, pihaknya bisa memahami kenaikan SPP itu. ''Biaya yang ditanggung universitas dalam penyelenggaraan pendidikan tidak sebanding dengan SPP dari mahasiswa,'' katanya. Apakah BEM berarti telah setuju? ''Tunggu dulu. Ada beberapa hal yang harus dibenahi sebelum menaikkan SPP,'' lanjutnya. Dia menegaskan, kenaikan SPP itu harus diimbangi perbaikan fasilitas pendidikan. ''Saat ini, jumlah mahasiswa bertambah banyak.
Tetapi, fasilitas seperti alat-alat penunjang pendidikan jumlahnya sama. Tidak ada penambahan,'' katanya. Selain itu, harus ada pengaturan bagi mahasiswa yang tidak mampu.Kepala Humas dan Protokol Mangestuti Agil mengakui, pihaknya memang berencana menaikkan SPP mulai tahun ajaran 2009/2010 Juli nanti. Saat ini, universitas belum menetapkan kisaran kenaikan SPP dari masing-masing mahasiswa di tiap fakultas.''Kenaikan itu akan berbeda jumlahnya. Bergantung kebutuhan tiap fakultas,'' ujarnya. Sayang, Mangestuti belum mau menjelaskan lebih detail soal kenaikan SPP itu. ''Nanti saya informasikan kalau sudah ada keputusan dari universitas,'' katanya. Jawa pos Sabtu, 28 Februari 2009 ] REALITAS MASYARAKAT………..Ketika aku ada tugas dari Unicef tentang fasilitator tim HIV&AIDS di Probolinggo, kalo ga salah di daerah Trucuk 2 tahun yang lalu. Ada seorang ibu bertanya ”mas Pungkas kuliah di unair, pasti anaknya orang kaya”. Dari pertanyaan ibu tersebut lalu aku jelaskan bahwa semua orang bisa kuliah di unair asalkan dia bisa lolos test masuk PTN. Biaya sekolahnya juga cukup murah 600 ribu setiap 6 bulan sekali dan kalo tidak mampu ada banyak beasiswa. Jadi ibu ga perlu takut untuk mensekolahkan anaknya di unair, “jelasku dengan nada sok tahu.Dari obrolan itu terlihat bahwa secara umum sang ibu kurang informasi tentang dunia pendidikan, namun yang paling utama ibu tersebut merasa minder untuk menyekolahkan anaknya dikarenakan keterbatasan ekonomi.
Karena banyak anggapan bahwa kuliah itu banyak menghabiskan uang. Di desa-desa daerah probolinggo, hanya anak camat atau mandor perkebunan atau blantik sapi yang bisa menyesekolahkan anaknya sampe perguruan tinggi, kalo saya, anak saya sampe SMA aja sudah beruntung mas,”menurut ibu tadi dengan wajah menerawang. Padahal informasi dari orang puskesmas setempat, anak ibu itu dari SD sampai SMA selalu masuk rangking 3 di kelas. Dan nasib anak nya sekarang sama seperti suaminya bekerja di kebun.Berarti dalam struktur masyarakat kita, yang sebagian besar masyarakat kelas menengah ke bawah. Masih membutuhkan sebuah lembaga pendidikan yang pro dengan rakyat. Pendidikan yang murah atau sekalian juga pendidikan gratis yang bermutu. Karena pendidikan akan membawa kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Bagaimana mungkin Negara ini bisa makmur jika masyarakatnya masih bodoh dikarenakan sulit untuk mendapat pendidikan.
ANALISIS SEKILAS…….Dengan melihat realitas kehidupan ibu pekerja perkebunan di Probolinggo dan membaca dari reportase yang dilemparkan sama jawa pos, 28 febuari 2009. Seakan-akan aku mau tertawa dan muntah melihatnya.muncul pertanyaan yang langsung tertuju pada satu pertanyaan” Kenapa unair yang sebesar itu kok sampai RUGI?”. Logikanya bahwa kalo ga rugi dan masih memiliki nalar creative kenapa menaikkan para pejabat UNAIR menaikkan SPP MAHASISWA.Analogi lainnya bahwa dalam sebuah keluarga, kalo sang orang tua masih bisa mencukupi kebutuhan rumah tangganya, tidak akan mensensarakan anaknya dengan bekerja. Orang tua akan memaksa anaknya untuk rajin belajar dan mencukupi fasilitas si anak. Orang tua dengan segala cara akan berusaha agar anaknya tidak kelaparan. Aku mengambil analogi keluarga karena system dalam keluarga merupakan miniature dalam sebuah organisasi atau Negara.disini benar ga kawan2 kalo unair memang rugi????????Kalo memang ga mau bingung dalam memanajemen dan belum siap mandiri, kenapa unair kok memilih badan hukum. Kenapa tidak dibawah kendali dan support dari pemerintah aja.
Apakah ini dijadikan alas an pejabat2 unair untuk mengeruk kekayaan sebanyak2nya. Atau ini emang dampak dari kebijakan UU BHP. Kenapa harus SPP mahasiswa nya yang harus di naikkan? Kenapa tidak dipangkas aja gaji dan fasilitas para pejabatnya? Kenapa unair tidak belajar sabar dan dan menahan diri dulu??Coba kita lihat mobil rektor unair bermerek camry yang berkisar harga 300 juta lebih. Coba kita lihat gedung rektorat seperti hotel berbintang lima. Coba kita dilihat sekarang sudah kesulitan untuk mencari lahan parkir sepeda motor dan lebih khusus sepeda pancal di wilayah parker unair. Unair sudah terkena budaya latah dan liberalism dari kampus2 swastaUnair sudah tidak bisa menahan diri. Sebenarnya unair ga perlu seperti itu, tenang, karena unair jika masih menjadi kampus pro rakyat tidak akan kehilangan pangsa pasar dan kehilangan orang2 hebat. Unair tidak promosi pun lo sudah banyak yang mengidam2kan dan banyak yang mengenalnya. Dan pasti banyak cara untuk mengembangkan mencari duit diluar merampok SPP mahasiswa.Jangan jadikan alasan peningkatan infastruktur dan fasilitas untuk menggenjot dan menekan mahasiswanya.
Coba lihat di unair, dari dulu ada penarikan dengan alasan peningkatan fasilitas tapi apa yang terjadi……………..????? kalo ga percaya Tanya aja mahasiswa unair.Disisi lain kalo Emang pengen naik SPP kenapa naiknya kok 80% aja, tidak sekalian 1000% seperti di UK-petra (setiap semesternya mahasiswa mengeluarkan 6 juta dengan estimasi mengambil 24 SKS).sekalian aja Unair jadikan aja kampus swasta seperti UNTAG, UPN, UWKS. Selesai kan, MANTAB. KENAPA Unair mengambil jalan abu2, Apakah takut kalah bersaing dengan kampus2 swasta di Surabaya??????.Ayo rek, kembalikan unair menjadi kampus yang pro rakyat. Kampus yang mengandalkan kualitas bukan kuantitas. Hentikan kenaikan SPP ini karena pejabat2 unair sudah latah dan kalo ga, kemungkinan tahun tahun kemudian secara perlahan bisa mencapai 5 juta persemester. UNAIR akan menjadi kampus nya orang2 borjuis, orang2 yang tidak pernah tahu penderitaan rakyat kecil dan sukanya mengeksploitasi orang miskin.
0 komentar:
Posting Komentar