RSS

Apakah saya seorang pecandu



Apakah saya seorang pecandu ? sejujurnya hanya anda sendirilah yang bisa menjawab pertanyaan ini, karena anda yang lebih tahu tentang diri anda. Sayangnya tidak ada seorangpun yang bisa memberitahukan bahwa anda adalah seorang pecandu, dan bila memang ada seseorang yang berkata demikian kepada anda, maka secara spontan anda akan menyangkalnya “ Tidak , saya hanya sekali-selkali saja pakai drugs dan saya bisa berhenti kapan saja saya mau.” Itu adalah alasan yang paling sering kita gunakan untuk menyangkal penilaian orang terhadap diri kita. Tapi, benarkah demikian, benarkah anda bukan seorang pecandu ?

Seberapa sering anda mencoba mengendalikan penggunaan drugs anda, anda berpikir kali ini akan berbeda, kali ini anda tidak akan kecanduan karena anda hanya memulainya di malam minggu saja hanya untuk sekedar “fun”, untuk menghidupkan suasana, atau sesekali saja kalau anda sedang menghadiri pesta ulang tahun teman anda, hanya sekedar untuk menambah rasa percaya diri, atau mungkin sesekali saja kalau kepala anda sudah terlalu sesak menampung permasalahan yang ada, seberapa sering anda mencoba mengontrol penggunaan drugs anda ?

Dalam program hal inilah yang biasa kami sebut dengan “ketidak warasan” seorang pecandu, yaitu kita tetap melakukan hal yang sama berulang-ulang namun kali ini mengharapkan hasil yang berbeda. Seberapa sering anda melakukan hal itu mencoba mengendalikan penggunan drugs anda namun hasilnya hanya membawa anda kelobang yang sama, bahkan anda hanya terperosok semakin dalam.

Didalam program kami menemukan banyak orang-orang yang seperti kami, orang-orang yang juga menderita perasaan bersalah, kesepian dan putus asa seperti kami, akhirnya kami menemukan bahwa kami memiliki perasaan itu karena kami mamiliki suatu penyakit…yaitu ADIKSI

“Disini” dalam program, kami memutuskan untuk “mencoba” menghadapi dampak dari drugs dalam diri kami, dan untuk menghadapi itu hal pertama yang kami lakukan adalah mengenali bahwa kami mempunyai masalah. Jika anda ingin mengetahui apakah anda mempunyai masalah yang sama dengan kami , berikut ini ada beberapa pertanyaan yang bisa anda jawab. Dan bila anda menjawab pertanyaan ini dengan jujur maka anda akan mengetahui apakah anda mempunyai masalah yang sama dengan kami.

Bila anda menjawab “ya” untuk empat pertanyaan atau lebih maka anda mempunyai masalah yang sama dengan kami. Cobalah untuk diri anda sendiri dan anda tidak perlu malu untuk berani menghadapi kenyataan bahwa anda mempunyai “masalah”, karena itu adalah langkah pertama untuk pemulihan. Ingat, tidak ada seorang pun yang bisa meyakinkan anda bahwa anda mempunyai “masalah” dengan drugs !.

Betulkah Anda Tidak Mempunyai “Masalah” ?

1. Pernah memutuskan untuk berhanti pakai drugs selama sekitar seminggu namun hanya bisa bertahan dua hari ?
2. Anda berharap orang lain tidak ikut campur dan berhenti menegur soal kebiasaan anda pakaw ?
3. Pernah beralih dari satu obat ke obat lainnya ?
4. Apakah anda pernah memakai drugs begitu bangun di pagi hari, ditahun terakhir ini ?
5. Anda mempunyai perasaan iri pada orang yang bisa pakaw tanpa menimbulkan masalah ?
6. Pernah punya masalah yang berkaitan langsung dengan drugs di tahun terakhir ini ?
7. Apakah penggunaan drugs anda pernah menimbulkan masalah dirumah ?
8. Pernah berusaha memperoleh drugs dalam jumlah yang lebih pada sebuah “pesta”, karena anda tidak mendapatkan drugs dalam jumlah yang cukup ?
9. Merasa dapat berhenti sendiri, namun anda sering kali “gitting” diluar keinginan anda sendiri ?
10. Pernah kehilangan waktu kerja atau sekolah karena drugs ?
11. Sering “black out” ( black out adalah bila anda telah minum atau pakaw selama berjam-jam atau berhari-hari, dimana kita tidak ingat sama sekali) ?
12. Pernah merasa bahwa hidup anda akan lebih baik jika anda tidak menggunakan
drugs ?

Jika anda menjawab “ya” untuk empat atau lebih pertanyaan diatas, anda mungkin bermasalah dengan drugs. Mengapa kami mengatakan demikian ? karena ribuan orang di AA (alcoholics anonymous) dan NA (narcotics anonymous) mengatakan begitu sejak puluhan tahun yang lalu, kami menemui kenyataan tentang diri kami sendiri dengan cara yang sulit, namun itulah kenyataannya, dan sayangnya kami tidak lagi bisa membohongi diri kami sendiri terutama setelah kami melihat berbagai kenyataan yang ada dalam diri kami. Dan ternyata kenyataan ini adalah kenyataai yang sama seperti yang harus anda hadapi, jadi anda dapat melihat seberapa “jujur”kah anda dalam menilai diri anda !

Apakah Saya Seorang Pecandu ?

1. Apakah anda pernah menggunakan drugs sendirian ?
2. Pernah mencoba mengganti drugs pilihan anda ke drugs yang lain karena ingin mencoba berhenti ?
3. Pernahkah anda memanipulasi orang lain untuk mendapatkan apa yang anda inginkan ?
4. Pernah berbohong pada dokter untuk mendapatkan drugs ?
5. Apakah anda pernah mencuri untuk mendapatkan drugs ?
6. Apakah anda menggunakan drugs untuk memulai kehidupan dan untuk bisa tidur dengan nyenyak ?
7. Apakah anda menghindari orang-orang atau tempat yang dimana, disana tidak terdapat drugs ?
8. Apakah sekolah atau pekerjaan anda hancur ?
9. Pernah ditangkap polisi karena hal yang berkaitan dengan drugs ?
10. Pernah menggunakan drugs tanpa mengetahui terlebih dahulu apa efeknya pada diri anda ?
11. Pernah mencoba untuk berhenti menggunakan drugs atau mencoba mengontrolnya ?
12. Pernah berbohong tentang jumlah penggunaan drugs anda ?
13. Apakah anda pernah masauk ketempat-tempat rehabilitasai karena penggunaan drugs anda ?
14. Apakah penggunaan drugs anda mempengaruhi pola istirahat(tidur) dan makan anda ?
15. Saata anda menggunakan drugs rasanya tidak pernah cukup ?

Jadi bagaimana sekarang, apakah anda masih bisa menyangkal kenyataan-kenyataan diatas ?, karena jika anda menjawab “ya” pada satu saja pertanyaan diatas maka sudah pasti anda adalah seorang pecandu.
Dan kini pertanyaannya menjadi, apa yang akan anda perbuat dengan hidup anda ?

Karakteristik Masyarakat Surabaya

Masyarakat asli Surabaya adalah manusia yang aneh. Ketika kita berjalan – berjalan dikota lain, penduduk setempat kota tersebut dengan cepat mengindentifikasi identitas kita bahwa kita berasal dari Surabaya. Hal ini diketahui dari struktrur bahasa yang kita ucapkan. Dialek Suroboyoan yang khas ini teridentifikasi dari gaya bahasa yang diucapkan dengan keras, kasar, ceplas - ceplos atau apa adanya. Dan memang itu benar, inilah yang menjadi salah satu karakteristik masyarakat Surabaya.
Karakteristik masyarakat Surabaya terkenal dengan sifatnya yang keras, kosmopolitan, berfikir bebas dan tidak mau dijajah, cepat mempertahankan diri, setia kawan, gotong royong, berani dan pantang menyerah. Waktu penjajahan jaman belanda arek – arek Surabaya lebih senang bekerja dibengkel atau menjadi tukang tambal ban dari pada kerja dikantor hanya untuk menjadi jongos kompeni.”ujar cak kadar ketua yayasan Putra Surabaya. Selain itu dapat kita ketahui dari pengambilan nama “Surabaya” dan hari jadi kota Surabaya yang diperingati setiap tanggal “31 Mei”.
Surabaya berasal dari kata Suro dan Boyo artinya ikan paus dan buaya tapi yang lebih menggambarkan karakteristik masyarakat Surabaya yaitu Suro Ing Bhaya yang mempunyai makna keberanian menghadapi bahaya. Nama Surabaya sebelumnya yaitu Ujung galuh tapi nama Surabaya mulai terdengar pada abad 14 Masehi melalui serat Negarakertagama dan Piagam Tambangan (1358 M) yang banyak bercerita tentang kota ini.
Hari jadi kota Surabaya sebelunya diperingati pada tanggal 1 April sampai dengan tahun 1973 tapi setelah itu terjadi peninjauan ulang tentang tanggal tersebut dan akhirnya ditetapkan pada tanggal 31 Mei. Hal ini karena pada tanggal 31 Mei 1293 M, Raden Wijaya beerhasil menaklukkan pasukan mongol di Ujung Galuh. Bagi rakyat Ujung galuh merupakan hari pembebasan dari cengkraman tentara asing (Tartar) yang dalam perkembangannya membawa pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan sejarah selanjutnya. Dan pada waktu itu juga sebenarnya telah bersemi jiwa merdeka dan tak mau dijajah dalam diri rakyat ujung galuh.
Menurut William H. Frederick dalam bukunya yang berjudul Pandangan dan Gejolak “Masyarakat Kota dan Lahirnya Revolusi Indonesia (Surabaya 1926-1946)” karakteristrik keras dan kasar masyarakat Surabaya tidak terlepas dari Surabaya sendiri yang merupakan sebuah daerah persimpangan dan persinggahan yang terbentuk dari berbagai macam etnis. Mereka harus menjadi etnis yang keras dan kasar sebagai manusia pendatang karena untuk dapat bertahan hidup dari kondisi geografis yang sulit ditebak dan kadang kala ada serbuan dari kerajaan yang ada di wilayah pedalaman. Apalagi di Surabaya tingkat kompetisi hidup tinggi dan di masyarakat level bawah sering terjadi pertarungan fisik. Jadi para urbanis yang lolos seleksi alam tersebut kemudian muncul menjadi masyarakat Surabaya yang pilihan atau manusia nekat. Dan dalam kondisi kejiwaan seperti inilah yang juga membentuk karakteristik masyarakat Surabaya yang keras dan kasar.
Karakteristik tersebut selalu identik dengan masyarakat Surabaya level bawah. Apakah memang benar yang dimaksud masyarakat asli Surabaya hanya masyarakat yang berasal dari level bawah strata masyarakat yang ada di Surabaya ?. Pada tahun 1835, Belanda mengubah struktur letak kota Surabaya yaitu dengan melakukan pendataan ulang penduduk Surabaya yang cukup padat pada waktu itu. Semua orang Jawa, Madura, Bugis dan orang Indonesia lainnya yang telah menjadi bagian dari arek – arek Surabaya dipaksa pindah jika tempat tinggal mereka masuk dalam target pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah belanda. Belanda menginginkan pembangunan kota bergaya eropa seperti adanya jembatan – jembatan, kanal – kanal, jalan beraspal maupun bangunan bertembok. Jadi dengan pembangunan ini ciri khas kota yang menggambarkan identitas kota – kota di wilayah Asia Tenggara telah hilang.
Sementara tempat – tempat tersebut yang berada dipusat kota dicadangkan bagi keberadaan orang – orang Eropa, Cina maupun sebagian kecil orang kristen Indonesia. Sedang penduduk Surabaya yang tergusur tersebut bergeser ke wilayah yang berada di belakang kawasan – kawasan elite di Surabaya. Daerah tersebut sempit seperti lorong – lorong tikus diantara gedung – gedung megah. Walau demikian mereka tetap membangun kembali kawasan tersebut dengan disesuaikan oleh arus pendatang baru.
Di daerah tersebut, masyarakat Surabaya tetap melakukan aktivitasnya dan kebencian terhadap penjajah belanda semakin besar. Mereka mengeklusifkan diri dari pemerintahan belanda dan sekali – kali melakukan perlawanan. Pemerintah sulit sekali menyentuh daerah tersebut baik itu untuk pendataan ataupun mengetahui kegiatannya. Dan disinilah tempat yang sering disebut dengan kampung itu mulai dibangun karakteristik yang khas dari masyarakat Surabaya.

mengenal pecandu narkoba

Junkie di dunia barat dapat juga diartikan dengan sampah masyarakat. Kenapa harus disebut dengan sampah masyarakat?. Junkie sebenarnya tidak ada bedanya dengan orang normal namun pecandu atau addict atau junkie adalah seseorang yang terdapat permasalahan dengan sesuatu barang atau ketergantungan. Ketergantungan tersebut biasanya dalam dirinya (fisik, mental, emosional ataupun spiritual) dipengaruhi dengan obat-obatan (identiknya) walaupun ada yang addict dengan sex, minuman keras, cokelat, judi, game. Dalam diri pecandu, obat-obatan yang dikonsumsinya sudah menjadi sebagai kebutuhan. Dalam pikiran pecandu yang selalu dipikirkan adalah bagaimana mendapatkan drugs untuk menghilangkan rasa sakit akibat gejala putus obat (sakaw). Tindakan yang dilakukan dan efek penggunaan drugs dapat mengganggu orang lain. Coba kita lihat sekarang harga sabu 1poket pahe (paket hemat) untuk 2x pemkaian adalah 150 ribu. Seorang pecandu/addict dalam sehari bisa sampai 4x pemakaian, berarrti dalam sebulan menghabiskan dana 9 juta. Disini pasti ada masalah dengan uang karena rata-rata usia pecandu adalah 15-35 tahun, walaupun dalam usia produktif namun belum matang dalam menghasilkan uang.
Drugs menciptakan pikiran dipenuhi dengan khayalan-khayalan yang dia pikir akan terwujud dengan tidak mengerjakan apa-apa untuk mencapai yang dia inginkan. Drugs juga menjadikan cara berpikir seseorang menjadi instan, tidak peduli dengan orang sekitarnya karena yang penting dia bisa make’. Pecandu selalu menginginkan apa yang diinginkan dan selalu harus di penuhi jika tidak dia akan marah. Tidak ada istilah sembuh dalam seorang pecandu namun yang ada adalah pulih.
Untuk menjadi pecandu ada beberapa tingkatan dan tingkatan pertama yitu user atau pemakai / pengguna. Ketika pertama kali make’ drugs, seseorang udah disebut User. Penggunaan user hanya untuk senang-senang dan ketika tidak make’ drugs juga tidak ada masalah. Tahap yang kedua yaitu Abuser / penyalaguna , seperti contoh disini awalnya ia hanya merokok 1 batang dalam sehari dan sekarang dalam tahap abuser bisa 1 – 2 bungkus dalam sehari, disini ia sudah ketergantungan akan tetapi masih fun dalam penggunaannya dan belum ada masalah yang nampak dengan dirinya tahap puncak yaitu Addict / ketergantungan, ditandai dengan pemakaian bermasalah, menggunakan sangat rutin hingga setiap hari. Segala aspek kehidupan rusak. Seolah mereka hidup untuk pakaw dan pakaw untuk hidup. tahap ini sudah ada masalah mulai badan kurus dan tidak ada uang sehingga ia mulai melakukan kriminalitas
Untuk mengetahui dalam kondisi addict dan mengetahui permasalahan yang diakibatkan drugs yaitu dengan beberapa cara, pertama dengan cut down, mengetahui jumlah. Disini si pecandu sudah merasakan dirinya perlu mengurangi atau mengontrol pemakaian narkoba. Mulai merasakan bahwa masalahnya ada kaitannya dengan drugs yang dipakainya. Cara kedua yaitu annoyed atau jengkel. Pecandu akan merasa jengkel kalau pemakaian drugsnya disinggung oleh orang lain. Cara ketiga dengan Guilt feeling atau bersalah, pecandu merasa bersalah mengenai pemakaian narkoba, dan disini rasa senang mulai berkurang. Dan yang terakhir yaitu Eye opener atau buka mata karena pecandu menjadikan drugs sebagai pilihan utamanya di pagi hari setelah bangun tidur.
Intinya yaitu semua ketergantungan itu tidak baik dan drugs itu diciptakan untuk dunia medis makanya harus digunakan sesuai petunjuk dokter. Untuk pecandu yang ingin berhenti harus ada niat dulu dalam diri pecandu yang didukung lingkungan sekitar, baru itu menentukan beberapa program untuk pemulihan si pecandu seperti program cold turkey ataupun metode detok.

SEJARAH penggunaan candu baik sebagai obat maupun zat yang dapat menimbulkan kenyamanan telah dimulai sejak 3400 sebelum masehi (SM). Candu berasal dari tanaman opium yang memiliki nama Latin Papaver somniferum (atau biasa disebut tanaman poppy). Pemberian nama tanaman ini dilakukan Bapak Botani Carolus Linnaeus pada 1753. Tanaman ini diklasifikan dalam kategori tertentu yang memiliki arti perangsang tidur. Penanaman opium pertama kali dilakukan di lembah Mesopotamia. Oleh suku-suku waktu itu digunakan sebagai alat untuk ritual / persembahan/ persekutuan dengan dunia lain.
Dari lembah inilah terentang sejarah panjang candu, yang kemudian menyebar ke Mesir, (perkembangan selanjutnya daerah Arab atau dataran rendah tropica menjadi ladang opium terbesar didunia, Afganistan-Pakistan ) melintasi laut Mediterania menuju Yunani dan Eropa. Tahun 330 (SM) Raja Alexander Agung memperkenalkan opium pada masyarakat India dan Persia.
Pada 440 M, orang di China mulai mengenal opium melalui pedagang dari Arab. Dan di Eropa pada abad ke-14, opium sempat dianggap tabu, sehingga menghilang selama kurang lebih 200 tahun. Namun 1527, opium kembali diperkenalkan di Eropa, khususnya dalam bidang kedokteran, dan digunakan sebagai obat antinyeri.
Dalam perkembangan, opium menghasilkan varian baru yaitu morfin. Morfin berasal dari getah candu, dan pertama kali ditemukan seorang ahli farmasi Jerman yang bernama Friederich Wilhem Adam Serturner. Pada 1804,CR Alder Wright, seorang ahli kimia dari Inggris yang bekerja di pusat kajian rumah sakit St Marry, London. Menemukan sintesa dari opium yaitu Heroin. Pada 1889, sebuah pabrik farmasi di Jerman secara resmi memasarkan heroin sebagai obat untuk menanggulangi kecanduan morfin dan juga sebagai obat batuk. Peredaran obat ini dihentikan pada 1910, setelah diketahui adanya efek yang merugikan penggunanya (menimbulkan kecanduan).
Heroin sempat diizinkan beredar di Amerika Serikat pada 1914, namun kongres kemudian melarangnya pada 1924.
Metadon pertama kali dibuat di Jerman, pada 1939. Setelah melalui penelitian dan riset dari berbagai macam obat penghilang rasa nyeri, dua ahli farmasi di perusahaan Hoechst, yaitu Bockm¸hl dan Ehrhart menemukan obat ini. Pada mulanya obat ini diberi nama Dolophine. Banyak yang menduga nama ini berasal dari nama depan Adolf Hitler, penguasa Jerman saat itu. Setelah Perang Dunia ke-2, seluruh industri Jerman, termasuk industri farmasi, dikuasai pihak sekutu dan seluruh nama paten dibatalkan. Data-data dan berkas penelitian dibawa ke Amerika termasuk data dan berkas tentang Dolophine. Tahun 1947 obat ini dipatenkan Counsil on Pharmacy and Chemistry of the American Medical Association, dengan nama generik Methadone.
Obat ini kemudian mulai diproduksi pabrik-pabrik farmasi di Amerika maupun di negara-negara lain dengan berbagai merek dagang, misalnya, Adanon, Biodone, Dolamid, Dolophine, Eptadone, Metasedin, Methadone, dan banyak merek dagang lainnya. Metadon dipakai sebagai obat penghilang rasa nyeri dan diyakini dapat digunakan untuk terapi detoksifikasi dan terapi rumatan bagi pecandu heroin.

Opium Dan kekuasaan
Opium menjadi komoditi didunia setelah rempah-rempah, bahan yang digunakan sebagai sebagai penghilang rasa nyeri dan penenang ini kemudian bergeser menjadi barang yang dilarang karena efeknya sehingga perdagangannya hanya dikendalikan oleh oknum-oknum tertentu. Efek yang istimewa akhirnya dimanfaat oleh banyak pihak untuk kepentingan terutama yang menyangkut masalah kekuasaan.
Di Cina, candu digunakan oleh inggris untuk mengendalikan kekaisaran. Candu ada di cina sejak abad ke-13 sebagai bahan untuk kebutuhan obat-obatan. Pada waktu itu candu disebut fu-shau-kao yang berarti obat kebahagiaan dan panjang umur. Setelah East India Company Inggris didirikan dan masuk ke wilayah Cina pada abad ke-17, candu membawa dampak yang cukup besar bagi masyarakat Cina. Pemakai candu sudah merasuk disegala lapisan masyarakat baik mulai pegawai sipil, tentara maupun rakyat jelata. Hal ini juga dipengaruhi dengan merajalelanya korupsi, kekacauan-kekacauan kecil sehingga peraturan yang dibuat pemerintah tidak dapat berjalan dengan semestinya.
Tahun 1831 seorang menteri menteri mengusulkan kepada kaisar Tao Quang untuk memperkeras hukuman bagi penghisap candu. Dari hukumann dengan 100 pukulan cambuk dan tiga tahun penjara dirubah menjadi hukuman mati tetapi sebelumnya dikasih tempo 1 tahun bagi pemakai candu untuk bisa memperbaiki dirinya. Kaisar juga meminta pedagang-pedagang asing untuk menyerahkan semua candu yang ia miliki. Jika menolak factory/company asing akan ditutup dan tidak memperbolehkan kuli-kuli Cina untuk masuk kerja. Dampak lebih jauh akan memutuskan pengiriman makanan bagi pedagang-pedagang asing. Akhirnya pedagang Inggris mengalah dan menyerahkan candu yang ada pada mereka. Hasilnya cukup menakjubkan 29.291 peti dengan isi 2 juta batang candu yang harganya ditaksir 9 juta dollar.
Namun dibalik itu inggris tetap mengirim Candu yang dibawa dari India melalui jalur laut. Kapal-kapal Inggris berlabuh agak jauh dari pesisir pada malam hari dengan menyewa kuli-kuli angkut atau pedagang candu untuk mengangkut sendiri candu dengan menggunakan perahu-perahu kecil untuk dibawa kedaratan. Dan akhirnya pada 1840 terjadi peperangan yang mengakibatkan pada 29 Agustus 1842 diadakan persetujuan Nanking yang menetapkan sbb:
1. Pulau Hongkong diserahkan pada Inggris.
2. Lima buah pelabuhan __ Canton, Amoy, Foochow, Ningpo dan Shanghai__ dibuka untuk orang asing berdiam dan berniaga.
3. Kemerdekaan Inggris mengangkat Konsul ditiap-tiap kota pelabuhan diakui.
4. Pembesar-pembesar Inggris dan Cina yang berjabatan sama boleh berhubungan satu sama lain atas dasar sama rata.
5. Pengganti kerugian pada inggris sebesar 6 juta dollar.
6. penghapusan sistem Co Hong.
7. pengadaan bea yang pantas dan tetap.

Opium di Nusantara
Perdagangan opium dinusantara dimulai ketika bangsa eropa melakukan menjelajahan untuk perdagangan, penguasaan lahan dan penyebaran ideology. Awal masuk nusantara dibawa oleh para pedagang dari India dan petani-petani local (sumatera dan jawa) menanamnya dan bebas dijual ke siapapun. Kondisi ini dimanfaat oleh VOC untuk merusak moral masyarakat dan ini terlihat pada surat commissarial tanggal 3 juni 1899 dengan nomer 8905 bahwa sejumlah besar penduduk Bwoll Menado adalah pecandu.
Kondisi kecanduan penduduk mempengaruhi kinerja para pegawai sehingga belanda mengeluarkan aturan untuk memonopoli perdagangan candu. Bagi yang membeli candu untuk konsumsi sendiri harus mempunyai penghasil tetap dan yang dilayani hanya orang yang sudah ketergantungan yang sebelumnya mengambil license kepemilikan candu di kantor kabupaten. Warung yang jualan candu dilarang buka terbuka dan hanya sampai jam 05.00-23.00 tanpa ada pesta candu didalamnya. Bagi warung yang melanggarnya akan didenda 100 rupiah dan penduduk yang menyalahgunakan didenda sampai 10.000 rupiah tergantung kasusnya.(sumber arsip semarang no. 3112)
Pada masa perang perekonomian, fungsi opium sangat menunjang perekonomian perang, terutama untuk keperluan perlengkapan perang. Disisi lain dengan menghisap candu membuat para tentara menjadi bersemangat dan berani untuk terjun ke medan perang. Ada surat rahasia M. Hatta (wakil presiden), Margono Joyohadikusumo (Direktur BNI) dan Kolonel Mustopo (Komandan Kesatuan Reserve Umum) tentang penyelundupan candu untuk kepentingan pertahanan bagi kesatuan Divisi Siliwangi. (Jogja Dokument no. 64)

Jancok sebagai identitas Arek Surabaya “Dikotomi antara moralitas dan tradisi”

Pendahuluan
Surabaya adalah kelompok sosial yang bersifat heterogen. Keberagaman ras, etnis, maupun perbedaan pekerjaan menjadikan di kota ini berkembang sebagai metropolitan. Modernitas ini memupuk keberagaman secara kolektif dan kontinyu sehingga memiliki ciri khas (Dr. Achmad Habib,MA:2004).
Kesamaan dalam bentuk perilaku sehari-hari, konsep pemikiran, perspektif terhadap kehidupan, menjadikan masyarakat surabaya muncul loyalitas dan kebanggaan tersendiri. Banyak istilah yang mencerminkan kebanggaan arek surabaya seperti Bonek ataupun umpatan seperti jancok yang dibahas dalam artikel ini.
Jancuk dalam media komunikasi sebagai kosakata, atau lebih tepat jika dikatakan sebagai kata sapaan. Terlepas dari persoalan maknanya, jancuk dapat dipandang sebagai produk budaya dalam bentuk tradisi lisan. Dalam perkembangannya dapat berimplikasi, baik secara langsung, maupun tidak langsung terhadap masyarakat (Teeuw, 1984:65).
“He jancok, yo ‘opo kabare?, sik urip tak awakmu? itulah potongan kalimat sapaan yang juga terdengar di tempat lain misalnya di Jakarta ketika bertemu dengan teman-teman asal surabaya yang kemudian tentunya dilanjutkan dengan bahasa Suroboyoan, menurut budayawan Sabrod D. Marioboro. Sapaan seperti itu lanjutnya tidak akan dianggap sebagai sebuah kata yang kotor melainkan sebuah sapaan keakraban yang memang sangat dipahami dan dekat dengan karakteristik warga Surabaya.
Jancok sebagai pisuhan/umpatan berperan sebagai sarana pemerkuat solidaritas antar masyarakat Surabaya. Jancuk juga merupakan simbol yang mengacu pada karakteristik watak Arek Surabaya yang keras, penuh perlawanan, spontanitas dan egaliter. Namun pada kenyataanya asumsi negatif tetap ‘dibebankan’ pada jancuk yang mempengaruhi perkembangan moralitas arek Surabaya. Persoalan ini lebih bisa dipahami jika diketahui terlebih dahulu, pisuhan, terutama jancuk sendiri jika dipandang dari aspek historis.
Jancok Dalam Sudut Pandang Historis
Jancok dalam kepastian sejarah masih simpang siur. Namun banyak pemerhati sejarah yang menyepakati bahwa pisuhan ini mulai gaul pada jaman post kolonial. menurut Edi Samson, tim 11 Cagar Budaya Surabaya, jancuk berasal dari bahasa Belanda, yakni yantye ook, yang berarti ‘kamu juga’. Kendati demikian, tidak ada sumber tertulis yang membenarkan bahwa pernyataan Edi Samson tersebut adalah sebagai asal-usul dari jancuk sendiri
Kata tersebut seringkali diucapkan dan menjadi kata gaul oleh anak-anak Indo-Belanda sekitar tahun 1930an. Pergeseran pengucapan menjadi jancok itu dilakukan oleh arek surabaya. Hal ini terjadi karena di surabaya terdapat perbedaan kelas yang sangat menonjol antara anak-anak Indo-Belanda dengan anak-anak pribumi. Kata-kata yang sering diucapkan oleh anak-anak Indo-Belanda, salah satunya adalah yantye ook tersebut sering kali dipelesetkan sebagai bahan olokan oleh anak-anak pribumi.
Kata yantye ook sendiri oleh anak-anak pribumi dipelesetkan menjadi yanty-ok, yang secara lisan terdengar [yantcook]. Dalam perkembangannya menjadi kata tersebut menjadi jancuk dan disini mulai muncul pengistilahan yang berbeda-beda dari kata tersebut. Jancok sering dikaitkan dengan dengan seksualitas seperti “jaluk diencok” yaitu minta disetubuhi.
Namun Arek Pelemahan menganggap jancuk sejatinya berasal dari wilayah mereka. jika dilihat dari aspek oral history, anggapan tersebut dapat diterima, mengingat Pelemahan merupakan salah satu kampung tertua di Surabaya. Warga Pelemahan menganggap bahwa jancuk secara etimologi merupakan akronim dari Marijan dan Ngencok. Secara historis mereka menganggap bahwa Marijan, sebagai warga Pelemahan yang gemar berhubungan seksual secara bebas tanpa ikatan pernikahan—dalam bahasa Surabaya disebut ngencok.
Asumsi lain yang mendasarkan jancuk secara etimologis adalah anggapan bahwa jancuk merupakan akronim dari jaran (terj. kuda) dan ngencok. Asumsi inilah yang lebih banyak disepakati oleh masyarakat Surabaya, artinya secara mayoritas, kebanyakan, masyarakat Surabaya menganggap demikian.
Dalam perkembangan yang begitu cepat, kata jancok menjadi populer. jancok menjadi simbol aksen/pengucapan dalam setiap aktifitas Arek Surabaya. Dalam perang kemerdekaan, kata jancok menjadi kata pengobar semanga pejuang selain kata allahu akbar. Coba perhatikan film perjuangan, Surabaya 10 November 1945, jancok dijadikan sebuah ungkapan untuk menumpahkan rasa kesal, kecewa ataupun motifator.


Aroma Seksualitas Dalam Moralitas Bertutur
Dari berbagai asumsi tersebut, dapat ditarik beberapa kesamaan yang dapat memunculkan sebuah identifikasi terhadap jancuk sendiri. Pertama, jancuk merupakan ungkapan atau kata sapaan yang bersifat olok-olok, artinya jancuk digunakan sebagai bahasa untuk mengejek, mengolok-olok. Kedua, munculnya ‘aroma’ seksualitas yang kental dalam jancuk.
Jancuk yang kental unsur seksualitasnya seperti akronim dari jaran dan ngencok. Dapat diuraikan disini bahwa munculnya kata jaran merupakan simbol laki-laki, simbol keperkasaan. Disamping itu, kuda merupakan simbol sikap liar dan tidak terkendali. Menurut estimologi dari asumsi jaran dan ngencok tersebut, dapat ditarik sebuah pengertian eksplisit jaran (kuda) yang sedang bersetubuh. Akan tetapi, menurut Srihono, redaktur majalah Penyebar Semangat, mengatakan bahwa jancuk itu berarti menuk’e jaran sing diencokno, atau bisa diartikan sebagai proses mengawinkan kuda.
Berdasarkan keterangan diatas, dapat ditarik sebuah pemaknaan tentang ‘kuda yang dikawinkan (oleh manusia)’. Hal ini terjadi karena memang secara alamiah, kuda tidak dapat melakukan persetebuhan dengan betinanya dikarenakan kelamin kuda yang terlalu besar. Sifat kuda yang seperti inilah yang kemudian dapat dikorelasikan dengan karakteristik Arek Surabaya. Tak dapat dipungkiri pada tahun 1930an-1940an, arek surabaya dikenal sebagai masyarakat yang berwatak keras, dan egaliter—sifat ini yang diturunkan dan menjadi karateristik masyarakat Surabaya hingga kini.
Jancuk digunakan masyarakat Surabaya dalam proses interaksi sosial mereka. Arek Surabaya menggunakan jancuk ini sebagai pelengkap berbahasa sehari-hari. Pada awalnya, tidak ada yang memaknai jancuk ini sebagai kata yang berkonotasi negatif, sebab seperti yang diungkapkan diatas, bahwa pada hakikatnya jancuk hanyalah merupakan ungkapan yang menandakan suasana keakraban internal kelompok masyarakat Suarabaya sendiri.
Pada dasarnya jancuk merupakan penanda masyarakat Surabaya yang berwatak keras, bahkan terkesan ‘kasar’. Pernyataan tersebut tidaklah salah, sebab memang secara harfiah, jancuk merupakan akronim dari kosakata yang ‘ditabukan’, namun disisi lain masyarakat Surabaya dikenal sebagai masyarakat yang dalam proses interaksi sosial menganut sistem masyarakat yang bersifat egaliter. Sistem masyarakat yang bersifat egaliter adalah sebuah perilaku sosial dalam sebuah proses interaksi sosial yang tidak membeda-bedakan manusia, terutama dalam ruang lingkup kelompok sosialnya sendiri, dalam hal status dan derajat sosialnya (Kellner, 2003: 215)
Hal tersebut sepertinya menguatkan kepercayaan bahwa kata jancok sudah merupakan identitas arek Suroboyo, sekaligus kata salam atau sapaan yang menjadi suatu ungkapan yang mengandung arti kedekatan emosi sesuai dengan karakter arek Soroboyo. Namun demikian baik Sabrod. D Marioboro maupun Edi T. Samson mengatakan dalam penggunaannya harus tetap memperhatikan esensi, situasi, tempat dan kepada siapa kata itu diungkapkan dan ditujukan. Jangan sampai hanya kerena ‘jancok’ terjadi pertumpahan darah yang menumbangkan persatuan yang selama ini dibina.